Analisis Wacana

Posted by Anonymous Thursday, January 10, 2013 0 comments



Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun
belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya
hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa
memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis, 1993:12).





Anton M.
Moeliono mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna. Di
samping itu, wacana juga berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki
kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. 


Kridalaksana menyebutkan bahwa wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata,
kalimat, paragraf, atau karangan utuh (buku), yang membawa amanat lengkap. Satu
kata, dalam hal ini, sudah harus mengandung potensi sebagai kalimat. Jadi, bukan
semata-mata kata yang tercabut dari konteksnya.


HR Tarigan mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap,
lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan
secara lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat,
misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada
keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.
 





Memang, penganalisisan bahasa
atau teori-teori bahasa dan penganalisisan kalimat sudah berjalan lama dan
tulisan-tulisan yang demikian pun tidak terhitung lagi jumlahnya, maka
penganalisisan wacana baru saja dilakukan dan berbagai tulisan tentang wacana
ini pun masih sedikit jumlahnya. Hal ini diakui oleh beberapa pakar bahasa.
Syamsuddin, misalnya, menyatakan, “Pembahasan dan analisis wacana merupakan
suatu bidang yang relatif baru dan masih kurang mendapat perhatian para ahli
bahasa (linguis) pada umumnya” (Syamsuddin, 1992:4). Pernyataan senada
dikatakan Harris (dalam Syamsuddin, 1992:4) bahwa “discourse analysis is a fact
disappointing”. Ungkapan seperti itu didukung oleh kenyataan bahwa pada mulanya
pembahasan wacana itu dilakukan oleh para ahli sosiologi, antropologi, serta
filsafat, bukan oleh ahli bahasa. Coulthard (1978), seperti dikutip Syamsuddin,
mengemukakan: “...the serious study of spoken discourse is only just beginning
and currently much of the work is being undertaken not by linguis but by
sociologist, antropologist, and philosophers”. Oleh karena itu dapat dimaklumi
jika hingga sekarang pembahasan dan rujukan tentang wacana dan analisisnya
masih jarang, lebih-lebih dalam bahasa Indonesia.
Seperti yang
banyak dilakukan dalam penelitian mengenai organisasi pemberitaan selama dan
sesudah tahun 1960-an, analisis wacana menekankan pada “how the ideological
significance of news is part and parcel of the methods used to process news”
(bagaimana signifikansi ideologis berita merupakan bagian dan menjadi paket
metode yang digunakan untuk memproses media) (Tuchman, dalam Jensen dan
Jankowski, ed., 1991:83)
 





Lantas,
apakah yang disebut analisis wacana itu? Jika kita coba rumuskan, analisis
wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya
lagi analisis wacana adalah telaah mengenai aneka funsi (pragmatik) bahasa.
Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks,
tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat
maka kita sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain (Tarigan, 1993:24).
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam
komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi
ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren
yang disebut wacana (Littlejohn, 1996:84). Dalam upaya menganalisis unit bahasa
yang lebih besar dari kalimat tersebut, analisis wacana tidak terlepas dari
pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik,
sintaksis, morfologi, dan fonologi.





Dalam
pandangan Littlejohn, meski menulis dan bahkan bentuk-bentuk nonverbal dapat
dianggap wacana, kebanyakan analisis wacana berkonsentrasi pada percakapan yang
muncul secara wajar. Menurutnya, terpadat beberapa untai analisis wacana,
bersama-sama menggunakan seperangkat perhatian (Littlejohn, 1996:84-85).
Pertama, seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang digunakan
oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami percakapan atau tipe-tipe
pesan lainnya. Ahli analisis wacana melihat pada pembicaraan nyata dan
bentuk-bentuk nonverbal seperti mendengar dan melihat, dan mereka melakukan
studi makna dari bentuk-bentuk yang teramati didalam konteks. Beberapa teori
melihat bagaimana pesan tunggal terstruktur untuk membuat pernyataan konheren.
Teori yang lainnya melihat pola bercakap-cakap diantara orang-orang dalam suatu
percakapan.





Kedua,
wacana dipandang sebagai aksi; ia adalah cara melakukan segala hal. Biasanya
dengan kata-kata. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa
mengetahui bukan hanya aturan-aturan tata bahasa kalimat, namun juga
aturan-aturan untuk menggunakan unti-unit yang besar dalam menyelesaikan
tujuan-tujuan pragmatik dalam situasi sosial. Bahasa digunakan dengan suatu
strategi guna mencapai tujuan yang di inginkan seperti memuat suatu permohonan,
mendapat giliran, bersikap sopan, atau memperoleh kerjasama. Ahli analisis
wacana tertarik dalam hal bagaimana sesungguhnya cara pembicara menyusun
pesan-pesan mereka untuk menyelesaikan hal-hal tersebut. Menurut Littlejohn,
“Discourse analysis does not treat organization as an end in itself, but aims
to uncover its functions,” analisis wacana tidak memperlakukan penyusunan
sebagai suatu tujuan itu sendiri, namun bertujuan menemukan fungsi-fungsinya.





Ketiga,
analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh
komunikator aktual dari perspektif mereka, ia tidak memperdulikan ciri/sifat
psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun terhadap problema percakapan
sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan. Contohnya, kita menggunakan
kalimat-kalimat untuk membuat pernyataan-pernyataan koheren sehingga orang lain
dapat mengerti, dan kita menanggapi pesan-pesan dari orang lain dengan
cara-cara yang kelihatan logis dan alami serta tidak mengacaukan arus
percakapan.





Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat
dikemukakan sebagai berikut (Syamsuddin, 1992:6)
 


(a). Analisis wacana membahas kaidah
memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Widdowson)
 


(b). Analisis wacana merupakan usaha memahami makna aturan
dalam konteks, teks, dan situasi (Firth)
 


(c). Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan
melalui interpretasi semantik (Beller)
 


(d). Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa
dalam tindak berbahasa (what is said from what is done – menurut Labov)
 


(e). Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai
bahasa secara fungsional (functional use of language – menurut Coulthard)

Anda sedang membaca artikel tentang Analisis Wacana dan anda bisa menemukan artikel Analisis Wacana ini dengan url https://naskahblog.blogspot.com/2013/01/analisis-wacana.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Analisis Wacana ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Analisis Wacana sumbernya.

Add New Comment